Siapkah Kita Bertemu dan menyembuhkan Inner Child Kita yang Terluka?

Fristy Sato
3 min readJun 12, 2022

--

Photo by Caleb Woods on Unsplash

Semenjak saya mengalami gangguan mental akibat trauma masa kecil yang saya alami. Saya jadi belajar banyak mengenai inner child.

Apa sih inner child? Siapa sih dia? Apa yang harus kita lakukan ketika bertemu dengannya?

Inner child sebenarnya adalah diri kita di masa lalu. Terutama saat kita berada di masa kanak-kanak (khususnya di umur 5–7 tahun). Pengalaman hidup yang kita alami baik yang menyenangkan ataupun tidak, bisa membentuk inner child kita. Terkadang kita lupa dengannya. Kita lupa bahwa di dalam diri kita ada seorang anak yang masih terluka.

Lalu pertanyaannya adalah, siapkah kita bertemu dengan inner child kita yang terluka itu? Apa yang harus kita lakukan untuk menyembuhkan luka hatinya?

Ada dua fase yang harus kita lalui untuk menyembuhkan luka inner child kita.

Fase persiapan

  1. Kita harus mampu memahami inner child-dari diri kita masing-masing, menerimanya sebagai bagian dari diri, dan fokus untuk mengatasi lukanya agar tidak mempengaruhi keseharian kita di masa sekarang. Kita harus percaya bahwa setiap orang memiliki masa lalu yang dinamis, ada hal yang menyenangkan dan ada hal yang kurang menyenangkan. Semua itu adalah adalah bagian dari diri kita. Kedua hal tersebut membuat kita menjadi diri kita yang sekarang. Namun, kita akan bisa merasa jauh lebih baik saat kita fokus kepada setiap hal yang sudah baik dan fokus memperbaiki hal yang masih bisa ditingkatkan.
  2. Kembali kunjungi masa lalu dengan cara menulis pengalaman yang kurang menyenangkan, curahkan semua emosi negatif atau luka yang selama ini disimpan. Menulis dapat membantu kita kembali mengingatnya, merasakannya, dan mendamaikan diri dengannya. Setelahnya, kita diharapkan dapat merasa lebih lega dan menerima situasinya dengan lebih baik. Menyelam ke masa lalu tujuannya adalah agar kita paham hal apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu dan hal apa yang bisa kita perbaiki agar lebih baik. Tujuannya adalah agar kita bisa menentukan langkah apa yang tepat untuk dilakukan setelahnya. Akan tetapi kita harus berhati-hati jangan sampai kita jadi terlarut dan terus dibayangi oleh masa lalu.

Setelah kita berhasil menerima dan siap untuk bertemu dan “menyembuhkan” inner child kita yang terluka, maka kita bisa masuk ke fase berikutnya yaitu fase penyembuhan.

Fase Penyembuhan

  1. Apresiasi diri dengan metode Ho’oponopono
    Apa itu Ho’oponopono? Ini adalah proses memaafkan yang berasal dari Hawai, membantu kita untuk membangun kembali hubungan dengan orang lain — bahkan inner child kita.
    Kita dapat mengambil waktu untuk mengapresiasi diri dan mengatakan hal-hal ini:
    “I am sorry”, bukan karena kamu telah berbuat salah, melainkan karena kita telah membiarkan inner child kita menyimpan emosi negatif untuk waktu yang lama dan tidak berusaha menyembuhkannya.
    “Please forgive me”, ungkapkanlah rasa maaf yang lebih mendalam kepada sang inner child. Ungkapkanlah maaf karena kita tidak banyak mempedulikan cara pandangnya atau bahkan mencoba melupakannya. Permintaan maaf ini akan membawa kita dapat mencintai diri dan inner child kita dengan lebih baik.
    “I love you”, katakan bahwa apapun yang terjadi, kita akan tetap mencintai diri kita sendiri tanpa syarat. Tunjukkanlah rasa cinta kepada diri kita yang terus bertahan hingga saat ini.
    “Thank you”, tunjukkanlah rasa syukur atas kehidupan, cinta, dunia, dan pengalaman yang telah membentukmu menjadi sosok diri kita yang sekarang. Tunjukkanlah rasa syukur atas inner child yang telah bertahan meskipun memiliki perihnya luka yang dirasakan. Rasa syukur ini bisa membantu kita untuk lepas dari emosi negatif. Dalam melakukan proses ini, kita juga dapat kembali membayangkan pengalaman-pengalaman masa lalu dan perasaan kita saat itu. Upaya ini diharapkan bisa membuat kita lebih lega dan jujur kepada dirimu sendiri.
  2. Buat Perencanaan Mengatasi Luka
    Setelah memahami luka yang dialami, buat rencana langkah apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi luka tersebut. Setiap orang memiliki masalah yang berbeda-beda, sehingga perencanaan yang dibuat tergantung pada masalah yang dimiliki. Buatlah rencana yang feasible.

Perlu diingat bahwa proses memaafkan tidak instan dan kita tidak perlu memaksa untuk mempercepat proses tersebut. Perlahan tapi pasti itulah kuncinya.

Yuk kita sama-sama bersemangat untuk sembuh!

Love,

Fristy

--

--

Fristy Sato
Fristy Sato

Written by Fristy Sato

Inner Child & Manifestation Coach | Certified Trauma-Informed Coach | Certified Life Coach in NLP | Founder Conscio

Responses (1)